Selasa, 21 April 2020

PERLINDUNGAN DATA PRIBADI PASIEN COVID 19



Pada 17 April 2020, Jambi menerima kabar kembali atas bertambahnya 1 pasien positif covid 19. Yang tadinya 7 orang pasien menjadi 8 orang pasien positif covid 19. Sejak pertama kali Indonesia telah menemukan adanya virus covid 19, Presiden Jokowi telah menghimbau bahwa penting bagi semua kalangan melindungi data pribadi pasien covid 19. Presiden Jokowi juga menghimbau agar pejabat dan pemerintah supaya tidak membuka dan menjelaskan informasi privasi pasien. Karena ini berkaitan dengan hak-hak pribadi pasien yang harus di jaga. Jika pemerintah dan pejabat lalai, maka ini akan berimbas kepada pasien maupun keluarganya. Identitas pribadi pasien positif covid 19 yang akan tersebar kepada masyarakat luas akan menimbulkan kepanikan, terlebih lagi mereka yang tinggal di daerah domisili pasien positif covid 19 tersebut.

Hal yang muncul saat ini dikalangan masyarakat adalah dengan menyembunyikan riwayat perjalanan mereka, tentu ini akan mempersulit satgas covid 19 untuk mendeteksi ODP maupun PDP. Karena kepanikan masyarakat dan masyarakat malu ketika mereka ternyata positif covid 19. Padahal dengan pemeriksaan covid 19 itu sangat penting supaya masyarakat mendapat penanganan yang cepat dan tidak menimbulkan dampak bagi sekitarnya.

Perlu adanya kerja sama antara pemerintah dan masyarakat dalam perlindungan identitas pribadi pasien covid 19. Karena ini akan berimbas kepada psikologi pasien dan keluarga pasien. Tidak hanya itu, mindset yang perlu kita luruskan bersama di tengah masyarakat adalah ketika salah satu warga telah dinyatakan positif covid 19 tidak menjadikan ini adalah sebuah aib bagi kampung mereka. Tidak mengucilkan keluarga pasien dan tidak menghadapinya dengan panik. Saling membahu dan mensupport pasien dan keluarga pasien adalah hal yang sangat membantu. Bukan hanya dalam bentuk moril namun juga dapat berbentuk kebutuhan hidup mereka per-hari. Ini dapat kita mulai dari elemen yang paling bawah, pada perangkat daerah dari kabupaten kota sampai dengan provinsi.

Belakangan ini identitas pasien tidak lagi menjadi data privasi, dengan entengnya masyarakat telah menyebarluaskan identitas pasien lewat media sosial. Hal ini sangat disayangkan, ada tangan-tangan yang tidak bertanggung jawab yang menyebarkan informasi tentang identitas pasien. Ini dikarenakan masih awamnya pengetahuan masyarakat terhadap kerahasiaan identitas pasien positif covid 19. Padahal pasien memiliki hak privasi dan kerahasiaan yang di atur oleh beberapa Undang-Undang. Pada Undang-Undang No 29 Tahun 2004 yang tertera pada pasal 52;
-Mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis sebagaimana dimaksud dalam pasal 45 ayat 3.
-Meminta pendapat dokter atau dokter lain.
-Mendapatkan isi rekam medis.

Kemudian perlindungan hak pasien juga diatur pada Undang-Undang No.44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit yaitu pada pasal 32 (i) yang menyebutkan “pasien mendapatkan privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk data-data medisnya”.
Begitu juga pada Undang-Undang No 36 Tahun 2009 tentang kesehatan menyebutkan yaitu “Setiap orang berhak atas rahasia kondisi kesehatan pribadinya yang telah dikemukakan kepada penyelenggara pelayanan kesehatan.” Tapi dalam Undang-Undang ini terdapat pengecualian yaitu:
a.       Perintah Undang-undang
b.      Perintah pengadilan
c.       Perintah pengadilan;
d.      Izin yang bersangkutan;
e.       Kepentingan masyarakat;atau
f.       Kepentingan orang tersebut;

Yang menjadi poin penting di atas, berkaitan dengan kondisi covid 19 hari ini yang ada di Indonesia yaitu dengan kata lain data tersebut boleh digunakan untuk sebuah informasi agar masyarakat bertindak lebih waspada dengan kebersihan diri dan tetap menerapkan social distancing maupun physycal distancing. Dengan syarat identitas yang disampaikan ke publik dalam wabah covid-19 ini cukup jenis kelamin, umur, dan asal wilayah. Pasien positif covid 19 juga manusia. Menjadi tanggung jawab besar bagi kita bersama; seluruh pejabat, pemerintah, dan satgas covid-19 maupun seluruh lapisan masyarakat agar mejaga identitas pribadi pasien. Karena hal ini telah di lindungi oleh Undang-Undang.

Hal yang sangat menyayat adalah ketika ada kebocoran informasi dari pejabat yang melakukan penyebarluasan informasi identitas data pribadi pasien positif covid-19 dan menyebarluas di ikuti oleh lapisan masyarakat lainnya yang tidak faham tentang perlindungan data identitas pasien positif covid-19. Ini adalah sebuah kelalaian. Karena Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik pun menjamin tentang ini. Seharusnya pemerintah dan kita semua mampu menjaga kerahasiaan pasien positif covid-19 dalam masyarakat ataupun pada seluruh media sosial. Dengan demikian khususnya Kepala Daerah harus mempertegas kepada semua kalangan agar mampu menjaga kerahasiaan identitas pribadi pasien covid-19.

Oleh: Fatimah, S.H

Kamis, 26 Maret 2020

Resensi Buku Buya Hamka “Tasawuf Modern” Part 5


Celaka

Di bab sebelumnya kita telah berputar dengan segala pandangan filsafat dan buah penyelidikan manusia. Pada bab ini kita akan mendapat penjelasan tentang lawan dari rasa bahagia. Disini Buya Hamka menuliskan sebab timbulnya celaka. Kemudian ditambah dengan pendapat oleh Prf Syaikh Yusuf Dajwi tentang celaka.

Sebab orang celaka timbul dari beberapa perkara:
1.      Pendapat akal yang salah
2.       Rasa benci
3.      Mengundurkan diri.

Terkadang akal salah menaksirkan, salah memilih jalan menuju bahagia. Memelihara penyakit was-was, putus asa, seakan kekurangan percaya. Lemah hatinya, kendor semangatnya, buruk sangkanya kepada Tuhan, makin lama makin tenggelam. Timbanglah segala perkara dengan timbangan akal yang betul. Percayalah bahwa sebuah hal celaka itu bukan datang dari luar, tapi dari dalam diri. Kemudian perbaikilah.

Orang yang mampu menjaga dari hawa nafsunya maka akan sulit ditimpa celaka. Karena dia memahami bahwa kekecewaannya, kebencian yang tumbuh, hati patah, akan membuat dia lupa jika diri merasa cukup terhadap Allah. Maka gantilah sifat benci menjadi cinta. Sehari pergantian itu, warna alam berubah dengan sendirinya, pada pandangan kita.

Pesimis, artinya hilang kepercayaan kepada alam dan hidup, melihat bahwa tidak ada harapan kebaikan. Selama hawa nafsu manusia masih ada, dan setan masih ada, janganlah harap akan mendapat keberesan. Nafsu setan tidak dapat dibunuh, karena dia ada dikehidupan manusia. Menolak samasekali pesimis itutidaklah bisa. Itu adalah kenyataan. Di sinilah manfaat agama bagi orang yang beriman. Perlunya iman menghadapi celaka. Pesimis tanpa iman adalah celaka.

Sebab-sebab orang celaka menurut keterangan Prof. Saikh Yusuf Dajwi:
1.   Royal
2.    Boros
3.   Tak pandai membagi waktu
4. Tidak mendapat didikan agama dalam rumah tangga
5. Pendidikan sekolah tidak bekerja sama dengan orang tua.
6.   Kurangnya buku –buku bacaan yang dapat menyelaraskan perekmbangan rohani dan jasmani.
7. Kegelapan dalam rumah tangga dan pelajaran sekolah tidak dihubungkan dengan moral agama.
8. Tidak terdapat pembagian kerja yang teratur dalam masyarakat.

Kesimpulan dari bab ini yang Buya Hamka ingin sampaikan adalah untuk kita melakukan tugas dengan insaf dan sadar. Bab ini sebagai bab penutup yang saya review dari buku Buya Hamka. Buku ini mengajarkan kita untuk tidak sawang sinawang. Memandang dari banyak sisi, dan menyadari bahwa kebahagiaan itu hakikatnya dekat. Tidak mencari dan mengejar kemanapun, tidak berlomba ataupun beralasan yang lain. Bahagia itu ketika kita bersedia menikmati semua anugerah yang tercurahkan pada diri, sekalipun itu dalam sakit, sedih, pedih, patah, hilang, maupun kecewa. Karena ada kelapangan hati yang luas yang Buya Hamka ajarkan. Buku ini sungguh menyentuh dan membuka cakrawala pikir dan rasa lebih luas.

Ada satu bab lagi yang saya tinggalkan yang berjudul Munajat. Pada bab itu berisikan semua goresan, kepasrahan, pengakuan dan kebahagiaan hati Buya Hamka di hadapan Rabb dalam setiap kondisi. Kepribadian beliau yang sungguh menawan, keteguhan prinsip yang bertahan sungguh memberikan inspirasi.

Sumber: Tasawuf Modern (Buya Hamka)


Resensi Buku Buya Hamka “Tasawuf Modern” Part 4


Hubungan Ridha dengan Keindahan Alam

            Pada bab ini kita akan menemukan bermacam analogi yang akan dikaitkan dengan hubungan ridha dengan keindahan alam, baik itu keindahan alam ciptaan Tuhan dan keindahan yang diciptakan oleh tangan manusia.

            Orang yang ridha dan suka cita bilamana ia melihat akan sekelilingnya, timbullah kesenangan dan gembira. Itulah jalan menuju bahagia. Ridha tabiatnya pemaaf dan benci kerap tidak adil. Dimaksud ridha adalah menerima kekayaan dan kemiskinan, kekayaan dan kepatahan perjalanan, sehat dan sakit. Ridha membentuk penglihatan kita atas alam ini sehigga dia kelihatan indah, cantik, dan menenteramkan. Lawan dari ridha adalah benci. Cirinya adalah :
1.Semuanya tak baik,  yang baik pun masih kurang baik.
2.  Yang telah cukup masih belum cukup.
3.  Menjadi pengutuk, penyesal dan senantiasa tidak puas.
4. Tidak ada kepercayaan kepada diri sendiri dan orang lain.
5. Diwaktu sehat dia merasa sakit.
6. Diwaktu kaya dia merasa miskin
7.  Diwaktu senang dia merasa susah

Keindahan buatan Tuhan menyiarkan sinar kebahagiaan. Seketika matahari terbit, kemudian hendak tenggelam memberikan perasaan tentram. Warna langit dan awan, ketika awan gelap dan hujan akan turun, mengesankan kepada jiwa yang ridha. Ufuk yang jauh tempat ujung penglihatan, langit yang biru, bintang yang berkelip, bukit barisan yang memanjang pulau, ombak gelombang yang memukul batu, semua menambah tentram jiwa yang penuh keridhaan itu. meninggalkan bekas kesyukuran, merasa kelemahan diri berhadapan dengan kebesaran Tuhan.

Di musim dingin kelihatan beberapa bintang yang tertentu buat musim dingin, di musim panas kelihatan bintang yang selalu kelihatan di musim panas. Begitulah kehalusan teknik alam yang tak dapat ditandingi oleh kekuasaan teknik manusia. Keindahan bunga yang mekar, yang menerbitkan tenteram dalam jiwa melihat warnanya yang indah, baunya kita cium, kita pelihara dengan perasaan halus,  mempunyai rahasia-rahasia yang mendalam. Keindahannya dijadikan ilmu, tetapi tidak dapat ditiru. Keindahannya dapat dirasakan.

Disini Buya Hamka ingin menegaskan kepada kita bahwa, perasaan hati tak ingin menerima sesuatu yang tak dapat dibuktikan oleh penglihatan dan perasaan. Tetapi ilmu tidak mau berhenti hingga itu saja. Ilmu hendak menyelami rahasia itu lebih dalam. Maka terbukalah bagi akal dari suatu yang gaib bagi mata, terdengarlah oleh hati barang yang tidak didengar oleh telinga.

Plato berpendapat “Bahwasannya memperhatikan keindahan alam itu menambah harga diri.”

Sementara keindahan tangan buatan manusia, yang telah terukir dan terukur, menarik hati dan pandangan, tapi tetap meningggalkan keganjilan pada alam ini, tidak dapat menyerupai dengan apa yang ditiru.

Buya Hamka ingin kita berpikir dan mendekat sedekat-dekatnya pada diri kita sendiri. Merenungkan kepemimpinan para raja, menteri-menterinya, perjalanan diri kita sendiri dari lahir sampai dewasa, sampai tua dan sampai kita telah tiada, di liang kubur. Semua akan membangkitkan perasaan tentram dalam hati, menghaluskan hati budi dan pekerti, memperdalam akal dan pikiran.

Diri yang suka kepada keindahan akan naik tingkatnya, akan bersih selangkah demi selangkah, akan terhindar  dari kotoran yang menyelimuti cahayanya. Dia akan melepaskan diri dari budi pekerti yang rendah, yang tiada bersetuju pada kemuliaan. Khayalnya bersih, pancaindranya yang batin murni, sebab telah ada tangganya menuju Tuhannnya.

Syaid Musthafa Lutfi al-Manfaluthi, pengarang Arab pernah berkata tentang kebahagiaan :
“ Carilah bahagia di dalam rimba dan belukar, di lembah dan di bukit-bukit, di kebun dan di kayu-kayu, di daun yang hijjau dan bunga yang mekar, di danau dan sungai yang mengalir. Carilah bahagia pada sang Surya yang terbit pagi dan terbenam sore, pada awan yang sedang berarak dan berkumpul, pada burung-burung yang sedang hinggap dan sedang terbang, pada bintang-bintang yang sedang berkelip dan yang tetap pada tempatnya. Carilah bunga di dekat rumahmu, di bandaranya yang baru dibikin di barisan tanamanya yang baru di atur. Carilah di pinggir sungai sambil termenung, di puncak-puncak bukti yang didaki dengan payah, ke dalam lurah yang di turuni. Carilah ketika mendegarkan alira air tengah malam, pada bunyi angin sepoi-sepoi basah, pada persentuhan daun kayu ketika hendak larut, pada bunyi jangkrik tengah malam, dan bunyi katak di tengah sawah. Dalam semua yang daya sebutkan itu tersimpanlah bahagia yang sejati, yang indah, mulia, murni, sakti, yang menyuruh perasaan menjalar kedalam keindahan, menyuruh faham menjalar, menghidupkan hati yang telah mati, mendatangkan ketentraman yang sejati di dalam lapangan hayat.”

            Kesimpulan pada bab ini yang Buya Hamka ingin ajarkan adalah begitu tinggi letak bahagia. Kita harus menuju ke sana, mesti teruskan perjalanan, tak usah kita kaji jauh dekatnya, karena semua tergantung pada usaha kita. Jika kita kelak bertemu yang menciptakan kita, kita mati dalam mencari-Nya, mati di dalam gelombang percintaan kepada-Nya.

Tangga Bahagia

            Disini Buya Hamka akan mengajak kita belajar dengan pandangan para ahli pikir di Barat dan Timur. Buya Hamka ingin kita memperluas dada kita dengan hikmah.
Tangga Bahagia yang dimaksudkan Buya Hamka disini terbagi menjadi:
1.      Perasaan Kelezatan
2.      Bahagia dan Perasaan sendiri
3.      Rumah Tangga Sebagai Pusat Bahagia
4.      Bahagia di balik Mata Penghidupan
5.      Berjihad untuk Bahagia

Perasaan kelezatan yang dimaksudkan oleh Buya Hamka disini adalah mengakui apa yang dia miliki atau dia rasakan adalah lezat, tapi tidak memperturutkan kehendak nafsu lebih dari yang semestinya. Bahagia dan perasaan sendiri timbul karena perasaan hati. Perasaan hati yang disebabkan merasa miskin atau sunyi dan bahagia, ia terbawa perasaan sendiri, bahwa dia tidak disukai orang. Kalau ada orang yang menyukai apa yang dia lakukan maka timbullah kekuatan dan keberanian. Orang tipe ini menurut Buya Hamka melakukan pekerjaan bukan karena wajib dikerjakan, tetapi mengharapkan penerimaan manusia.

Adapun yang disebut Buya Hamka golongan pasif adalah yang tidak mau mengganggu masyarakat, tidak mau pedulikan dunia dan isi dunia, dia kecewa dan pesimis, tidak merasa puas dengan segala yang ada lantaran ingin agar orang-orang memperhatikannya, dia tidak merasa tentram, dia tidak berani, terlalu banyak pertimbangan, mundur maju, dan kalau hidupnya dicapai orang lain dia kembali mengeluh.

 Begitu pun dengan rumah tangga, adalah pusat kesenangan hidup bahagia. Apabila terjadi kecelakaan dalam rumah tangga, itu disebabkan dari keadaan diri masing-masing, keadaan ekonommi dan pergaulan sehari-hari. Didalamnya si Ayah tidak mengerti kewajibannya terhadap anaknya dan sebaliknya. Semakin banyak yang tak ingin perkawinan, itu lantaran ingin mengelakkan dari tanggunan rumah tangga.

Bahagia di balik penghidupan, selama kita yakin dan percaya di dalam pekerjaan, selama itu pula ada harapan yang akan mencapai kebahagiaan. Orang yang hidup hanya diikat oleh mencari sesuap nasi, bukan diikat oleh kecintaan mengerjakan pekerjaan, amat sukarlah merasakan bahagia. Kian lama kian mundur tenaga, dan kian kecewa. Begitulah yang telah Buya Hamka gambarkan bahagia di balik sebuah usaha yang manusia lakukan.

Agama adalah pangkal kehidupan dan peradaban, islam selalu menghendaki jihad, yaitu setiap nafas harus diisi dengan perjuangan. Ibnul Qayyim di dalam bukunya, “Zaadil Ma’ad menjelaskan:
“Jihad itu ada empat tingkatan; jihad kepada diri, jihad kepada setan, jihad kepada kuffar, jihad kepda munafiqin.”

            Tiap manusia perlu berjuang. Kita akan masuk kepada pandangan Buya Hamka terhadap perjuangan dan kebahagiaan dari bangsa Barat dan Timur. Hakikat perjuangan teguh di dalam kalangan bangsa barat, berbeda dengan dikalangan bangsa Timur. Terutama pergaulan barat menyebabkan “kerja”  lebih disukai orang dari pada malas. Itulah sebabnya berlainan pandangan Barat dengan Timur dalam perkara mencapai bahagia.

            Dalam tulisan Buya Hamka, dengan salinan pandangan menurut Bertrand Rusel mengemukakan, bangsa Timur berdiam diri dan bermenung, bersemedi dan suluk, disinilah terdapat bahagia. Bangsa Timur belum banyak memikirkan apa arti perjuagnan. Itulah sebabnya kemajuan masih sangat jauh dari Bangsa timur. Tetapi bagi Barat bermenung atau menyerah saja tiada menghasilkan kebahagiaan. Bangsa Barat tidak hendak mencukupkan keperluan sekadar yang perlu tiap hari saja, tetapi menghendaki lebih dari itu. Karena kemenangan yang berhasil itulah kebahagiaan yang sebenarnya bagi mereka. Cuma sayangnya pada masa akhir-akhir ini sukses itu telah diukur orang dengan ukuran materi, kebendaan. Di sinilah keteledoran dinamik Barat.

            Orang yang tidak merasa perlu ada kekuatan artinya tidak sudi menghadapi perjuangan dan tidak berani menangung jawab di dalam medan pri-kemanusiaan. Hari ini bangsa Barat ingin meniru “Kebijaksanaan Timur” menyingkirkan perjuangan, hanya hendak  tentram dalam diri sendiri. Padahal orang Timur sendiri sudah mulai membenci “Kebijaksanaan” itu sendiri.

            Menurut Filosof Arab, Amin al-Raihany, tidak terdapat di dalam hidup manusia kesenangan yan tidak diiringi kesusuahan, atau kesusahan yangtak berganti dengan kesenangan. Ada bagian yang lebih banyak dalam kalangan mausia, ialah orang yang selalu merasa kecewa. Karena itu maka bahagianya jauh dari dirinya.

            Dari pandangan tersebut, Buya Hamka ingin memberikan buah dari penyelidikan dan pengalamannya, dan ari itu bliau ingin kita perlu ikhtiar supaya kesenangan lebih dirasakan dari kesusahan.  Menjaganya dengan ilmu, aturan, dan agama. Jika ilmu bertambah maju, niscaya perbaikan ekonomi dan masyarakat bertambah maju pula. Jalan yang pertama untuk menempuh itu tentu memperbaiki diri manusia sendiri.  Supaya diperkenalkan dengan “hakikat yang sejati, dan dididik dia manusia beramal di dalam hakikat itu. Hakikat itu berdiri di atas empat rukun yaitu :
1.      Sehat tubuh
2.      Sehat akal
3.      Sehat Jiwa
4.      Kaya (cukup)


Sehatnya tubuh dengan memelihara :
1.    Tidak membiasakan diri dengan obat penguat badan
2.    Tidak meminum-minuman keras
3.    Lekas tidur dan lekas bangun
4.    Menjaga perut dari hal yang dimakan
5.    Puasalah dalam sepekan
6.    Biasakan diri dengan olahraga: senam, berenang, berburu, mengail ikan, mengendara kuda, tenis atau gerakan badan ringan sebelum dan setelah bangun supaya badan jangan kaku.

Akal adalah alat yang pertama dalam menyebrangi hidup. Akal akan membawa tarikan hidup yaitu dengan menghadapi hidup dan tidak mengutuki hidup. Sehatnya akal dengan diasah, mengeluarkan pendapat, menilik apa yang dibelakang dari yang tampak di mata.

Mencapai kesehatan jiwa ialah dengan iman kepada Allah. Menghubungkan cinta dengan hayat, dan dengan cita-cita yang menghubungkan diri dengan alam. Duduklah sendiri untuk melepaskan ikatan badanmu, membebaskan akal, istirahatlah terlebih dahulu. Dibawah kebaikan hati, niscaya akan menjalarlah jiwa ke dalam alam yang lain dan alam ini. Setelah itu ingatlah  bahwa diri adalah satu bagian dari masyarakat besar, masyarakat yang menghendaki tiangnya teguh,  dan menghendaki dirimu menjadi tiang yang teguh itu. bermohonlah kepada Tuhan:
“Ya illahi, tambahkan kekuatanku dan tambahlah cahayaku!!,”
“Ya illahi! Saya mulai memperbaiki diriku, supaya perbaikan itu berpindah kelak kepada sesama manusia yang ada di sekelilingku.”
“Ya illahi! Pertolongan Engkaulah yang aku harapkann supaya dilapangkan jalanku menuju cinta, menuju kemudahan langkah, menuju hikmat, dan kesederhanaan!”
Itulah yang dipesankan oleh Buya Hamka.

            Antara kemiskinan dan putus asa adalah racun bahagia. Ikhtiarkan segera dengan obatnya :
1.      Tahu harga diri
2.      Percaya kepada diri sendiri
3.      Menyerah kepada diri
Tentang kekayaan, Buya Hamka mengingatkan kita dengan pepatah ini :
“Kekayaan ialah pada perasaan telah kaya”
Kekayaan itu akan berarti jika digunakan untuk kemaslahatan umum, membela fakir dan miskin, dan menyucikan hartanya.

Sumber: Tasawuf Modern (Buya Hamka)

Review Buku Buya Hamka “Tasawuf Modern” Part 3

 
Qana’ah

Dalam bab ini Buya Hamka memasukan beberapa hadis tentang qanaah dan sebab kebahagiaan. Qana’ah yaitu sederhana. Tapi qana’ah tidak berlawanan dengan harta, selama harta itu belum menghilangkan ketentraman hati. Rasulullah shalaullahualaihi wassalam telah bersabda, “Bukanlah kekayaan itu lantaran banyak harta, kekayaan ialah kekayaan jiwa.” Orang yang mempunyai sifat qana’ah telah membatasi apa yang ada dalam genggamannya dan tidak menjalar kepada yang lain.

Rasulullah shalaullahualaihi wassalam bersabda:
“Qana’ah itu adalah harta yang tak akan hilang dan pura (simpanan) yang tidak akan lenyap.” (H.R Ath-Thabrani dalam kitab al Ausath dari Jabir)

Manusia bekerja bukan memandang harta yang belum tercukupi, bukan juga untuk alasan agar tak menganggur. Qana’ah tidak mengajarkan kita untuk menerima saja apa yang ada, sehingga tidak berikhtiar lagi. Tapi sejatinya  disini penulis ingin sampaikan point pentingnya adalah bahwa agama menyuruh qana’ah ialah qana’ah hati bukan qana’ah ikhtiar. Maksud qana’ah memang sangat luas. Menyuruh kita percaya akan adanya kekuasaan yang melebihi kekuasaan kita. Menyuruh kita sabar menerima ketentuan illahi jika ketentuan itu tidak menyenangkan diri, dan bersyukur jika dipinjami nikmat, sebab selagi bernafas kewajiban belum berakhir.

Qana’ah adalah sebaik-baiknya obat buat menghindarkan segala keraguan dalam hidup, tetap ikhtiar dan percaya kepada takdir. Hingga apapun bahaya yang mendatang, kita tidak syak dan ragu. Qana’ah adalah kekayaan yang sejati. Sementara kemiskinan yang sebenarnya adalah Kegelisahan.

Qana’ah mengandung lima perkara :
1.      Menerima dengan rela akan apa yang ada
2.      Memohonkan kepada Tuhan tambahan yang pantas, dan berusaha.
3.      Menerima dengan sabar akan ketentuan Tuhan.
4.      Bertawakl kepada Tuhan
5.      Tidak tertarik oleh tipu daya dunia.

Bahagia yang Dirasakan Rasulullah Shallaullahu ‘alaihi wa sallam
            Buya Hamka ingin kita mengenal lebih dekat tentang Rasulullah Shallaullahu ‘alaihi wa sallam. Rasulullah Shallaullahu ‘alaihi wa sallam begitu sempurna makrifatnya dengan Tuhan, tidaklah beliau lupa bahwa Yang Maha Kuasa itu lah  Allah swt. Yang mentakbirkan, menyusun, mengatur alam ini, berhak berbuat sekehendak-Nya di atas hak milik-Nya.

            Rasulullah Shallaullahu ‘alaihi wa sallam penuh kepercayaan kepada Tuhan bijaksana, dia terima apa yang ada, tak mengaduh, tak merintih dan tak menyesal. Hatinya teguh, lebih teguh dari bukit. Dia serukan kebenaran, dituduh orang pendusta, dia dikatakan gila, Namun dia tak bergeser dari ketegakannya. Hidupnya begitu dibenci, dihina dan dimaki, sampai terpaksa lari menyembunyikan diri. Berdarah kakinya mengaalir darah dalam terompahnya kena pukulan orang lain. Dilempar orang badannya dengan kulit unta ketika sedang sholat, dia terima itu dengan diam dan tenang.

            Kadang-kadang lapar perutnya karena tidak ada yang akan dimakan, dia tidak mengeluh. Dia ambil batu, diikatkannya kepada perutnya. Dia kehilangan sahabat-sahabat setia, termasuk pamannya sendiri, Hamzah. Yang pada saat itu hamzah dibedah perutnya, dan diambil orang jantungnya dan dikunyah. Nabi lihatkan semuanya itu dengan tak cemas. Luka jari tangannya, patah saingnya, hampir pecah kepalanya. Dia bangun kembali dan diaturnya pula persiapan yang baru.

            Meninggal anak-anaknya, maka dilimpahkannyalah kasih-sayang kepada cucunya dari anak perempuannya Fathimah yaitu Hasan dan Husein. Dia telah tau dalam ilham ilahi bahwa perkara-perkara yang besar akan dihadapi kedua anak itu kelak. Tetapi supaya orang lain jangan berguncang hati, hanya dikatakannya saja, bahwa salah seorang dari anak itu akan mendamaikan perselisihan yang terjadi dua golongan yang besar.

            Cinta beliau kepada Khadijah amat tiada tergantikan. Beliau kehilangannya disaat beliau amat perlu kepada pertolongan dan bujukannya. Dan ketika kasih sayangnya dihadapkan kepada Aisyah, Aisyah pula dituduh berbuat hal yang merusak hatinya.

Rasulullah Shallaullahualaihi wassalam tetap teguh:
“Saya hamba Allah, Dia tidak akan mengecewakan aku.” Begitulah beliau dalam keridhaan dan keteguhan.

            Beliau meninggal di atas sebuah hamparan yang telah berselimut kain kasar, sedang minyak menghidupkan lampu semalam itu pun telah habis tengah malam, tak ada minyak lagi. Beliau menutup mata melepas nafasnya yang penghabisan, setelah bermohon kepadaillahi supaya diizinkan duduk bersama dengan teman sejawatnya yang paling tinggi. Nabi Muhammad Shallaullahualaihi wassalam telah meminta kepada Allah:
“Ya Tuhanku! Berilah petunjuk atas kaumku, karena mereka tidak mengetahui.”

            Tulisan ini mengajak kita untuk merenungkan sejenak, jika hendak mencapai derajat Tasawuf Sejati. Sifat Qana’ah yang dicontohkan oleh orang yang Wujud dan Maujud. Cita-citanya, untuk kemaslahatannya sendiri dikalahkan oleh cita-cita untuk maslahat umatnya. Tenang yang bergelora hatinya, tentram perjalanan menuju keridhaan Tuhannya, dan dia tidak putus asa berusaha.

Sumber: Tasawuf Modern (Buya Hamka)