Kamis, 26 Maret 2020

Review Buku Buya Hamka “Tasawuf Modern” Part 3

 
Qana’ah

Dalam bab ini Buya Hamka memasukan beberapa hadis tentang qanaah dan sebab kebahagiaan. Qana’ah yaitu sederhana. Tapi qana’ah tidak berlawanan dengan harta, selama harta itu belum menghilangkan ketentraman hati. Rasulullah shalaullahualaihi wassalam telah bersabda, “Bukanlah kekayaan itu lantaran banyak harta, kekayaan ialah kekayaan jiwa.” Orang yang mempunyai sifat qana’ah telah membatasi apa yang ada dalam genggamannya dan tidak menjalar kepada yang lain.

Rasulullah shalaullahualaihi wassalam bersabda:
“Qana’ah itu adalah harta yang tak akan hilang dan pura (simpanan) yang tidak akan lenyap.” (H.R Ath-Thabrani dalam kitab al Ausath dari Jabir)

Manusia bekerja bukan memandang harta yang belum tercukupi, bukan juga untuk alasan agar tak menganggur. Qana’ah tidak mengajarkan kita untuk menerima saja apa yang ada, sehingga tidak berikhtiar lagi. Tapi sejatinya  disini penulis ingin sampaikan point pentingnya adalah bahwa agama menyuruh qana’ah ialah qana’ah hati bukan qana’ah ikhtiar. Maksud qana’ah memang sangat luas. Menyuruh kita percaya akan adanya kekuasaan yang melebihi kekuasaan kita. Menyuruh kita sabar menerima ketentuan illahi jika ketentuan itu tidak menyenangkan diri, dan bersyukur jika dipinjami nikmat, sebab selagi bernafas kewajiban belum berakhir.

Qana’ah adalah sebaik-baiknya obat buat menghindarkan segala keraguan dalam hidup, tetap ikhtiar dan percaya kepada takdir. Hingga apapun bahaya yang mendatang, kita tidak syak dan ragu. Qana’ah adalah kekayaan yang sejati. Sementara kemiskinan yang sebenarnya adalah Kegelisahan.

Qana’ah mengandung lima perkara :
1.      Menerima dengan rela akan apa yang ada
2.      Memohonkan kepada Tuhan tambahan yang pantas, dan berusaha.
3.      Menerima dengan sabar akan ketentuan Tuhan.
4.      Bertawakl kepada Tuhan
5.      Tidak tertarik oleh tipu daya dunia.

Bahagia yang Dirasakan Rasulullah Shallaullahu ‘alaihi wa sallam
            Buya Hamka ingin kita mengenal lebih dekat tentang Rasulullah Shallaullahu ‘alaihi wa sallam. Rasulullah Shallaullahu ‘alaihi wa sallam begitu sempurna makrifatnya dengan Tuhan, tidaklah beliau lupa bahwa Yang Maha Kuasa itu lah  Allah swt. Yang mentakbirkan, menyusun, mengatur alam ini, berhak berbuat sekehendak-Nya di atas hak milik-Nya.

            Rasulullah Shallaullahu ‘alaihi wa sallam penuh kepercayaan kepada Tuhan bijaksana, dia terima apa yang ada, tak mengaduh, tak merintih dan tak menyesal. Hatinya teguh, lebih teguh dari bukit. Dia serukan kebenaran, dituduh orang pendusta, dia dikatakan gila, Namun dia tak bergeser dari ketegakannya. Hidupnya begitu dibenci, dihina dan dimaki, sampai terpaksa lari menyembunyikan diri. Berdarah kakinya mengaalir darah dalam terompahnya kena pukulan orang lain. Dilempar orang badannya dengan kulit unta ketika sedang sholat, dia terima itu dengan diam dan tenang.

            Kadang-kadang lapar perutnya karena tidak ada yang akan dimakan, dia tidak mengeluh. Dia ambil batu, diikatkannya kepada perutnya. Dia kehilangan sahabat-sahabat setia, termasuk pamannya sendiri, Hamzah. Yang pada saat itu hamzah dibedah perutnya, dan diambil orang jantungnya dan dikunyah. Nabi lihatkan semuanya itu dengan tak cemas. Luka jari tangannya, patah saingnya, hampir pecah kepalanya. Dia bangun kembali dan diaturnya pula persiapan yang baru.

            Meninggal anak-anaknya, maka dilimpahkannyalah kasih-sayang kepada cucunya dari anak perempuannya Fathimah yaitu Hasan dan Husein. Dia telah tau dalam ilham ilahi bahwa perkara-perkara yang besar akan dihadapi kedua anak itu kelak. Tetapi supaya orang lain jangan berguncang hati, hanya dikatakannya saja, bahwa salah seorang dari anak itu akan mendamaikan perselisihan yang terjadi dua golongan yang besar.

            Cinta beliau kepada Khadijah amat tiada tergantikan. Beliau kehilangannya disaat beliau amat perlu kepada pertolongan dan bujukannya. Dan ketika kasih sayangnya dihadapkan kepada Aisyah, Aisyah pula dituduh berbuat hal yang merusak hatinya.

Rasulullah Shallaullahualaihi wassalam tetap teguh:
“Saya hamba Allah, Dia tidak akan mengecewakan aku.” Begitulah beliau dalam keridhaan dan keteguhan.

            Beliau meninggal di atas sebuah hamparan yang telah berselimut kain kasar, sedang minyak menghidupkan lampu semalam itu pun telah habis tengah malam, tak ada minyak lagi. Beliau menutup mata melepas nafasnya yang penghabisan, setelah bermohon kepadaillahi supaya diizinkan duduk bersama dengan teman sejawatnya yang paling tinggi. Nabi Muhammad Shallaullahualaihi wassalam telah meminta kepada Allah:
“Ya Tuhanku! Berilah petunjuk atas kaumku, karena mereka tidak mengetahui.”

            Tulisan ini mengajak kita untuk merenungkan sejenak, jika hendak mencapai derajat Tasawuf Sejati. Sifat Qana’ah yang dicontohkan oleh orang yang Wujud dan Maujud. Cita-citanya, untuk kemaslahatannya sendiri dikalahkan oleh cita-cita untuk maslahat umatnya. Tenang yang bergelora hatinya, tentram perjalanan menuju keridhaan Tuhannya, dan dia tidak putus asa berusaha.

Sumber: Tasawuf Modern (Buya Hamka)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar