Qana’ah
Dalam
bab ini Buya Hamka memasukan beberapa hadis tentang qanaah dan sebab
kebahagiaan. Qana’ah yaitu
sederhana. Tapi qana’ah tidak berlawanan dengan harta, selama harta itu belum
menghilangkan ketentraman hati. Rasulullah
shalaullahualaihi wassalam telah bersabda, “Bukanlah
kekayaan itu lantaran banyak harta, kekayaan ialah kekayaan jiwa.” Orang
yang mempunyai sifat qana’ah telah membatasi apa yang ada dalam genggamannya
dan tidak menjalar kepada yang lain.
Rasulullah
shalaullahualaihi wassalam bersabda:
“Qana’ah itu adalah harta yang tak akan
hilang dan pura (simpanan) yang tidak akan lenyap.” (H.R
Ath-Thabrani dalam kitab al Ausath dari Jabir)
Manusia
bekerja bukan memandang harta yang belum tercukupi, bukan juga untuk alasan
agar tak menganggur. Qana’ah tidak mengajarkan kita untuk menerima saja apa
yang ada, sehingga tidak berikhtiar lagi. Tapi sejatinya disini penulis ingin sampaikan point
pentingnya adalah bahwa agama menyuruh qana’ah ialah qana’ah hati bukan qana’ah
ikhtiar. Maksud qana’ah memang sangat luas. Menyuruh kita percaya akan adanya
kekuasaan yang melebihi kekuasaan kita. Menyuruh kita sabar menerima ketentuan
illahi jika ketentuan itu tidak menyenangkan diri, dan bersyukur jika dipinjami
nikmat, sebab selagi bernafas kewajiban belum berakhir.
Qana’ah
adalah sebaik-baiknya obat buat menghindarkan segala keraguan dalam hidup,
tetap ikhtiar dan percaya kepada takdir. Hingga
apapun bahaya yang mendatang, kita tidak syak dan ragu. Qana’ah adalah kekayaan yang sejati. Sementara kemiskinan yang
sebenarnya adalah Kegelisahan.
Qana’ah
mengandung lima perkara :
1.
Menerima
dengan rela akan apa yang ada
2.
Memohonkan
kepada Tuhan tambahan yang pantas, dan berusaha.
3.
Menerima
dengan sabar akan ketentuan Tuhan.
4.
Bertawakl
kepada Tuhan
5.
Tidak
tertarik oleh tipu daya dunia.
Bahagia yang Dirasakan Rasulullah Shallaullahu
‘alaihi wa sallam
Buya Hamka ingin
kita mengenal lebih dekat tentang Rasulullah Shallaullahu ‘alaihi wa sallam. Rasulullah
Shallaullahu ‘alaihi wa sallam begitu sempurna makrifatnya dengan Tuhan,
tidaklah beliau lupa bahwa Yang Maha Kuasa itu lah Allah swt. Yang mentakbirkan, menyusun,
mengatur alam ini, berhak berbuat sekehendak-Nya di atas hak milik-Nya.
Rasulullah
Shallaullahu ‘alaihi wa sallam penuh kepercayaan kepada Tuhan bijaksana, dia
terima apa yang ada, tak mengaduh, tak merintih dan tak menyesal. Hatinya
teguh, lebih teguh dari bukit. Dia serukan kebenaran, dituduh orang pendusta,
dia dikatakan gila, Namun dia tak bergeser dari ketegakannya. Hidupnya begitu
dibenci, dihina dan dimaki, sampai terpaksa lari menyembunyikan diri. Berdarah
kakinya mengaalir darah dalam terompahnya kena pukulan orang lain. Dilempar
orang badannya dengan kulit unta ketika sedang sholat, dia terima itu dengan
diam dan tenang.
Kadang-kadang lapar perutnya karena
tidak ada yang akan dimakan, dia tidak mengeluh. Dia ambil batu, diikatkannya
kepada perutnya. Dia kehilangan sahabat-sahabat setia, termasuk pamannya
sendiri, Hamzah. Yang pada saat itu hamzah dibedah perutnya, dan diambil orang
jantungnya dan dikunyah. Nabi lihatkan semuanya itu dengan tak cemas. Luka jari
tangannya, patah saingnya, hampir pecah kepalanya. Dia bangun kembali dan
diaturnya pula persiapan yang baru.
Meninggal anak-anaknya,
maka dilimpahkannyalah kasih-sayang kepada cucunya dari anak perempuannya
Fathimah yaitu Hasan dan Husein. Dia telah tau dalam ilham ilahi bahwa
perkara-perkara yang besar akan dihadapi kedua anak itu kelak. Tetapi supaya
orang lain jangan berguncang hati, hanya dikatakannya saja, bahwa salah seorang
dari anak itu akan mendamaikan perselisihan yang terjadi dua golongan yang
besar.
Cinta beliau kepada Khadijah amat
tiada tergantikan. Beliau kehilangannya disaat beliau amat perlu kepada pertolongan
dan bujukannya. Dan ketika kasih sayangnya dihadapkan kepada Aisyah, Aisyah
pula dituduh berbuat hal yang merusak hatinya.
Rasulullah
Shallaullahualaihi wassalam tetap teguh:
“Saya hamba Allah, Dia tidak akan mengecewakan aku.”
Begitulah beliau dalam keridhaan dan keteguhan.
Beliau meninggal di atas sebuah
hamparan yang telah berselimut kain kasar, sedang minyak menghidupkan lampu
semalam itu pun telah habis tengah malam, tak ada minyak lagi. Beliau menutup
mata melepas nafasnya yang penghabisan, setelah bermohon kepadaillahi supaya
diizinkan duduk bersama dengan teman sejawatnya yang paling tinggi. Nabi
Muhammad Shallaullahualaihi wassalam telah meminta kepada Allah:
“Ya Tuhanku!
Berilah petunjuk atas kaumku, karena mereka tidak mengetahui.”
Tulisan ini mengajak kita untuk
merenungkan sejenak, jika hendak mencapai derajat Tasawuf Sejati. Sifat Qana’ah
yang dicontohkan oleh orang yang Wujud dan Maujud. Cita-citanya, untuk
kemaslahatannya sendiri dikalahkan oleh cita-cita untuk maslahat umatnya.
Tenang yang bergelora hatinya, tentram perjalanan menuju keridhaan Tuhannya,
dan dia tidak putus asa berusaha.
Sumber: Tasawuf
Modern (Buya Hamka)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar