Kamis, 26 Maret 2020

Resensi Buku Buya Hamka “Tasawuf Modern” Part 5


Celaka

Di bab sebelumnya kita telah berputar dengan segala pandangan filsafat dan buah penyelidikan manusia. Pada bab ini kita akan mendapat penjelasan tentang lawan dari rasa bahagia. Disini Buya Hamka menuliskan sebab timbulnya celaka. Kemudian ditambah dengan pendapat oleh Prf Syaikh Yusuf Dajwi tentang celaka.

Sebab orang celaka timbul dari beberapa perkara:
1.      Pendapat akal yang salah
2.       Rasa benci
3.      Mengundurkan diri.

Terkadang akal salah menaksirkan, salah memilih jalan menuju bahagia. Memelihara penyakit was-was, putus asa, seakan kekurangan percaya. Lemah hatinya, kendor semangatnya, buruk sangkanya kepada Tuhan, makin lama makin tenggelam. Timbanglah segala perkara dengan timbangan akal yang betul. Percayalah bahwa sebuah hal celaka itu bukan datang dari luar, tapi dari dalam diri. Kemudian perbaikilah.

Orang yang mampu menjaga dari hawa nafsunya maka akan sulit ditimpa celaka. Karena dia memahami bahwa kekecewaannya, kebencian yang tumbuh, hati patah, akan membuat dia lupa jika diri merasa cukup terhadap Allah. Maka gantilah sifat benci menjadi cinta. Sehari pergantian itu, warna alam berubah dengan sendirinya, pada pandangan kita.

Pesimis, artinya hilang kepercayaan kepada alam dan hidup, melihat bahwa tidak ada harapan kebaikan. Selama hawa nafsu manusia masih ada, dan setan masih ada, janganlah harap akan mendapat keberesan. Nafsu setan tidak dapat dibunuh, karena dia ada dikehidupan manusia. Menolak samasekali pesimis itutidaklah bisa. Itu adalah kenyataan. Di sinilah manfaat agama bagi orang yang beriman. Perlunya iman menghadapi celaka. Pesimis tanpa iman adalah celaka.

Sebab-sebab orang celaka menurut keterangan Prof. Saikh Yusuf Dajwi:
1.   Royal
2.    Boros
3.   Tak pandai membagi waktu
4. Tidak mendapat didikan agama dalam rumah tangga
5. Pendidikan sekolah tidak bekerja sama dengan orang tua.
6.   Kurangnya buku –buku bacaan yang dapat menyelaraskan perekmbangan rohani dan jasmani.
7. Kegelapan dalam rumah tangga dan pelajaran sekolah tidak dihubungkan dengan moral agama.
8. Tidak terdapat pembagian kerja yang teratur dalam masyarakat.

Kesimpulan dari bab ini yang Buya Hamka ingin sampaikan adalah untuk kita melakukan tugas dengan insaf dan sadar. Bab ini sebagai bab penutup yang saya review dari buku Buya Hamka. Buku ini mengajarkan kita untuk tidak sawang sinawang. Memandang dari banyak sisi, dan menyadari bahwa kebahagiaan itu hakikatnya dekat. Tidak mencari dan mengejar kemanapun, tidak berlomba ataupun beralasan yang lain. Bahagia itu ketika kita bersedia menikmati semua anugerah yang tercurahkan pada diri, sekalipun itu dalam sakit, sedih, pedih, patah, hilang, maupun kecewa. Karena ada kelapangan hati yang luas yang Buya Hamka ajarkan. Buku ini sungguh menyentuh dan membuka cakrawala pikir dan rasa lebih luas.

Ada satu bab lagi yang saya tinggalkan yang berjudul Munajat. Pada bab itu berisikan semua goresan, kepasrahan, pengakuan dan kebahagiaan hati Buya Hamka di hadapan Rabb dalam setiap kondisi. Kepribadian beliau yang sungguh menawan, keteguhan prinsip yang bertahan sungguh memberikan inspirasi.

Sumber: Tasawuf Modern (Buya Hamka)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar