Kamis, 26 Maret 2020

Resensi Buku Buya Hamka “Tasawuf Modern” Part 2


Bahagia dan Agama
            Pada bab ini kita akan dipertemukan apa itu bahagia dan hubungannya dengan agama. Seberapa berpengaruhnya agama dengan kebahagiaan manusia. Kita simak percakapan dibawah ini:
            Orang bertanya, “Abu Thalib cukup cinta kepada Nabi Muhammad shallaulahualaihi wassalam. Mengapa dia tidak masuk islam atau mengamalkan islam ?”
Jawab,”Dia bukan cinta kepada paham pengajaran yang dibawa Nabi Muhammad, tetapi yang dicintainya ialah anak adiknya yang bernama Muhammad. Yang dicintainya diri Muhammad, bukan pengajaran Muhammad. Cintanya bukan di dalam Allah, tetapi cintanya di dalam kefamilian. Yang perlu lebih dahulu ialah cinta kepada paham yang dibawanya. Dengan sendirinya kelak, lantaran cinta kepada paham itu, akan menurut cinta kepada dirinya.

  Abu Bakar berkata sepeninggal Muhammad shallaulahualaihi wassalam meninggal,
“Siapa saja yang mencintai Muhammad, maka Muhammad telah mati, Tetapi siapa saja yang mencintai Allah, Allah selamanya hidup, tidak mati-mati.”


           Baru sah iman kalau telah ikut dengan amalan, dan amalan itulah islam. Islam artinya menurut, menyerah, bukti menyerah itulah amalan. Dari yang telah tahu, tahu menimbulkan percaya, percaya menimbulkan tunduk dan menurut maka timbullah amalan yang dikerjakan oleh anggota lahir. Kalau hati telah tunduk, diiringi perbuatan, berhasillah apa yang dimaksud dengan iman dan islam. Suatu perbuatan kalau tidak dikerjakan tandanya hati belum mau. Kalau hati belum mau, tandanya syahadat yang disebut-sebut itu, hanya dari mulut saja, tidak dari hati. Sebutan orang yang mukmin, jika membenarkan dengan hati, mengakui dengan lidah dan membenarkan dengan amal.

     Meskipun segala sesuatu harus dimajukan dengan pikiran dan akal, harus dimajukan pula kesuciaan perasaan batin. Perasaan batin itu tak pernah bohong. Karena kalau otak saja yang maju, hati tidak, kita pintar tetapi tak pandai menggunakan kepintaran itu untuk maslahat diri dan manusia seumumnya. Dan untuk menemukan perasaan batin tersebut kita diajak dari buku ini untuk memasuki jiwa kita lebih dalam. Dengan cahaya-Nya dalam agama kita. Islam sebagai rahmatan lil alamin.

            Iman adalah sumber kekuatan, hati sumber keindahan alam pada peglihatan mata. Iman menyebabkan hidup mempunyai maksud dan tujuan, sehingga timbullah minat mencapai maksud dan mengejat tujuan itu. Tidak beriman membawa kepada tegak hidup yang tidak bersendi, membawa keberanian merusak dan sewenag-wenang kepada sesama manusia. Yang berkuasa menurunkan bahagia dan bencana kepada manusia pada suatu kehidupan sesudah kehidupan yang sekarang. Dan agamalah sebab bahagia diri dan bahagia masyarakat, menegakkan pergaulan hidup atas azas perdamaian dan kecintaan. Yaitu agama yang tidak bercampur dengan khurafat dan bid’ah manusia, untuk mencapai bahagia dunia dan akhirat. Tiang islam dan tempat tegaknya yang teguh ialah dua tonggak, yaitu kemerdekaan berpikir dan kemerdekaan kemauan. Kedua syarat inilah yang utama dalam hal ini, terutama di dalam abad kemajuan ini.


Bahagia dan Utama


     Dalam segala hal, pasti kebaikan memiliki keutamaan, begitu pula hal nya dalam kebahagiaan. Inilah yang buku ini paparkan, bagimana ada sebuah keutamaan yang harus dikedepankan dalam sebuah kebahagiaan. Ketika mendapatkan kebahagiaan ataupun terlepas dari kondisi tak bahagia.
Kesempurnaan perangai yang utama terdiri dari dua keutamaan:
1.      Keutamaan otak
2.      Keutamaan budi.

     Keutamaan otak, keutamaan yang mampu membedakan mana jalan bahagia dengan yang hina, semuanya didapat dengan otak yang cerdas, bukan karena ikut-ikutan, bukan karena taklid kepada pendapat orang lain. Sementara Keutamaan budi, ialah menghilangkan segala perangai yang buruk-buruk, adat-istiadat yang rendah, yang oleh agama dinyatakan mana yang mesti dibuang dan mana yang mesti dipakai. Serta membiasakan perangai-perangai terpuji, yang mulia, berbekas di dalam pergaulan setiap hari dan merasa nikmat memegang adat mulai itu. Dari dua keutamaan ini didapatkan dengan cara ikhtiar pikiran dan ikhtiar kerja. Untuk memudahkan ikhtiar pun butuh dipelajari dan diusahakan.

Ada tiga hal yang perlu dalam mencapai utama yaitu:
1.      Tabiat
2.      Pengalaman
3.      Pelajaran.

Banyak orang yang dari kecil bergaul dalam kalangan tabiat, tetapi pengalaman tidak ada atau ilmu tidak ditambah, pengalamannya itu tak memberi faedah bagi kenaikan budinya. Adapun musuh yang senantiasa menghalangi manusia mencapai keutamaan ialah hawa. Hawa nafsu menyebabkan marah, dengki, loba dan kebencian. Begitulah peperangan hawa-nafsu dengan akal yang setiap  saat berkobar yang mana diri sendirilah yang menjadi medan perang. Ada point penting yang mendasar dari bagian ini, yaitu tentang ikhlas. Yang mana lingkup ikhlas kepada Allah dengan tidak mendustai diri sendiri. Ikhlas kepada kitab-Nya, kepada Rasul-Nya, untuk dinasehati dan menasehati. Ikhlas untuk mengakui diri bukan hanya dari lidah tapi juga dengan hati. Ikhlas memakai budi pekerti yang tinggi dan terpuji.


Kesehatan Jiwa dan Badan

            Pada bab ke empat ini, bahagia pun dipengaruhi oleh kesehatan jiwa dan badan. Jiwa yang sehat akan memancarkan Nur yang gemilang. Kesehatan badan membukakan pikiran, mencerdaskan akal, dan menyebabkan bersihnya jiwa pula. Untuk mencapai jiwa yang utama, mencari ilmu dan hikmah segala jalan, tentulah menyiapkan kebersihan diri. Ada lima point yang menjadi sebab pada kesehatan jiwa dan badan:
1.      Bergaul dengan orang yang budiman
2.      Membiasakan pekerjaan berpikir
3.      Menahan syahwat dan marah
4.      Bekerja dengan teratur
5.      Memeriksa cita-cita sendiri.
Menurut Buya Hamka, ada kalanya disaat jiwa sakit kita perlu mengobatinya dengan 1 kesehatan yaitu terdiri dari :
1.      Syaja’ah, berani pada kebenaran, takut pada kesalahan.
2.      Iffah, pandai menjaga kehormatan batin.
3.      Hikmah, tau rahasia dari pengalaman kehidupan.
4.      Adil, meskipun kepada diri sendiri


Harta Benda dan Bahagia

        Bab ini akan identik  menjelaskan kekayaan dan kemiskinan. Siapa yang paling sedikit keperluannya, itulah orang yang paling kaya dan siapa yang amat banyak keperluan itulah orang yang paling miskin. Harta benda pada saat ini telah menutup hati dari cahaya kebenaran. Dia telah menghambat langkah menuju gerbang kesucian, hingga orang-orang tak ada lagi yang mencari hak, mencari kebenaran tapi mencari harta. Bahagia yang dicari itu, telah tercampur-adukan dengan memburu harta. Begitulah yang penulis ungkapkan.

   Disini Buya Hamka hendak menyampaikan maksutnya, yang dikatakan bahagia dan beruntung itu perasaan hati dan ketentraman jiwa, tidaklah lebih yang diri rasakan dari apa yang dirasakan oleh orang lain. Sebab keberuntungan dan bahagia, tak dapat di beli dengan uang dan tak dapat pun dijual.
   Buya Hamka membagi harta benda menjadi dua bagian, harta baik dan harta buruk. Ketika manusia melepaskan nafsunya dengan harta yang banyak, bukannya bahagia yang didapatkannya, tetapi penyesalan yang datang terlambat. Karena mencapai bahagia dengan harta tak ubahnya dengan menyiram api yang bernyala bensin.

George Bernard Shaw, ahli pikir bangsa Irlandia mengatakan:
“Kalau hartawan-hartawan, miliuner yang besar-besar itu hendak merasakan bahagia dengan harta-benda yang telah melimpah-limpah, lebih baik dia mencurahkannya kepada beramal, menyokong pekerjaan-pekerjaan mulia.”

     Kebangsawanan dan ketinggian bukanlah lantaran banyak menyimpan harta, atau banyak barang, kemudian ialah pada pendidikan budi, pada kesopanan tinggi. Ikutilah perkataan nabi-nabi dan rasul-rasul.

  Orang yang membayar hak dunia dan membayar hak akhirat dengan menggunakan harta dunia sepuas-puasnya digunakannya untuk amal ibadah, membantu dan menolong sesama hamba Allah, melapangkan jalan bagi sesama, mendirikan masjd, mendirikan madrasah atau rumah untuk mengembangkan ilmu dunia akhirat. Orang ini lah yang disebut Muhaqqiqin (ahli selidik dan saksama). Orang yang sanggup mengumpulkan faedah agama dan dunia, amalan dan harta, akan diberi izin Allah menjadi khalifah-Nya di bumi.

Buya Hamka juga menjelaskan berbgai sumber harta:
1.      Dari pencaharian sendiri
2.      Diterima dengan tiba-tiba, seperti disedekahi orang atau memperoleh warisan atau mendapat dengan tidak disangka-sangka.

Harta pencaharian sendiri pun terbagi harta haram dan harta yang halal. Jika harta itu halal maka ambillah, jika haram tinggalkan. Sebab jika terbiasa memakan harta yang haram, amatlah sukar mengubahnya, yang menyebabkan budi-pekerti rusak. Jika untuk kebutuhan yang pokok seperti pakaian, rumah, dan makan punya tingkatannya. Ada yang sekedar terlalu di bawah standar, ada yang sekedar cukup, ada juga yang di atas lebih dari cukup.
Menghadapi harta-benda, hendaklah dengan niat yang jujur. Jika bekerja mncari harta hendaklah dengan niat untuk amal dan iman. Jika harta harus ditinggalkan hendaklah beralasan harta banyak menggangu langkah. Karena orang yang zuhud adalah orang yang sudi miskin, sudi kaya, sudi tidak berjuang sepeser juga, sudi jadi miliuner, tetapi harta itu tidak menjadi sebab buat dia melupakan Tuhan atau lalai dari kewajiban.
           
Sumber: Tasawuf Modern (Buya Hamka)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar